Oleh: ummuali | 14/05/2010

Kok Jodohku Begono?

Seorang sahabat mengirim sms curhat tentang suaminya. Dalam curhatan itu ia mengeluhkan tentang tindak tanduk suaminya yang lebih banyak kontra dengan dirinya. Merasakan betapa lelahnya ia menghadapi suaminya yang loadingnya lamaaa banget katanya. Punya imam begitu…cuapee deh!

Berusaha bijak, aku membalas sms nya, menasehati agar ia berdamai dengan keadaan, namanya juga udah jodoh, suka tidak suka yaaa… jalani dan bersabar.

Sang sahabat membalas smsku dengan jawaban, “Aku sih paham, memang udah jodoh…tapi kok jodohku begono? “

Mungkin, pertanyaan ini menghinggapi begitu banyak orang. Ketika mereka telah menikah, ternyata pasangan hidupnya jauh dari harapan.

Begitulah manusia, kita ditakdirkan dengan kondisi siap menerima segala hal yang menyenangkan dan sesuai dengan keinginan kita. Tapi sedikit sekali dari kita, yang siap dengan hal-hal buruk yang terjadi dalam kehidupan kita. Begitupula dengan masalah jodoh. Siapa yang tidak ingin memiliki pasangan hidup yang sholeh atau sholehah? Siapa yang tidak ingin memiliki pendamping yang berakhlak baik? Seburuk apapun diri kita, pastinya kita  ingin pasanganan hidup yang baik. Tetapi tidak setiap orang mendapati kenyataan ini dalam kehidupan.

Ada yang suaminya sungguh baik, tetapi istrinya galak, matre dan tukang gosip. Ada yang istrinya sholehah, tapi suaminya tukang mabuk, suka judi dan bersikap kasar. Atas fenomena ini, mungkin banyak yang bertanya-tanya, kok kesannya jadi nggak adil ya? Orang baik-baik, tapi dapet jodohnya begitu?

Memang jadi sulit dijelaskan. Tetapi jika ingin dipahami, inilah ujian Allah. Sesungguhnya Allah berkehendak membuka ladang amal yang seluas-luasnya bagi diri kita, lewat tingkah polah pasangan hidup kita, yang jauh dari harapan. Alhamdulillah, tidak usah cari jauh-jauh, ladang amal ada di depan mata. Karena pernikahan memang ladang amal soleh. Bagi wanitanya, pun bagi laki-lakinya. Maka bagi yang “tidak beruntung” dengan pasangan hidup yang tidak sholeh atau sholehah, mudah-mudahan tetap dapat memberi pelayanan yang terbaik bagi pasangannya, dengan harapan semoga mendapat ridho Allah dan semoga kelak mendapat derajat yang tinggi di sisi-Nya.

Jika kita merasa tidak beruntung terhadap pasangan hidup kita, mari mengevaluasi diri. Apa sesungguhnya niat kita ketika hendak menikah? Mudah-mudahan, jawaban dari pertanyaan itu, dapat memperbaiki mood kita yang buruk karena pasangan hidup tidak sesuai harapan.

Jika benar kita meniatkan pernikahan sebagai ibadah atau sarana pengabdian kita kepada Sang Khalik, maka semestinya pelayanan kita terhadap pasangan hidup kita, tidak ada embel-embelnya. Artinya, mau dia  bertingkah seperti apapun tidak jadi masalah, karena pasangan hidup hanya sarana untuk mengabdi kepada Allah. Fokus dan tujuan kita adalah Allah. Jika ternyata pasangan hidup kita adalah pribadi yang sholeh/ah, maka itu adalah bonus.

Jika kita merasa tidak beruntung terhadap pasangan hidup kita, sebelum berputus asa, mungkin ada baiknya kita merenung kembali. Tidakkah kita terlalu meninggikan kriteria bagi pasangan hidup kita? Sikap berharap secara berlebihan terhadap pasangan hidup, berpotensi menyebabkan rumah tangga tidak berjalan dengan baik. Karena pola pikir yang tertanam dalam diri kita  adalah menerima kebaikan, bukan keinginan untuk saling mengisi dan memperbaiki satu sama lain.

Semakin tinggi standard yang kita tetapkan, maka akan semakin besar potensi kita untuk kecewa. Karena semakin tinggi standard, semakin terlihat jelas jika terjadi hal-hal yang melenceng dari standard.

Memiliki harapan tinggi boleh-boleh saja. Tapi, sebelum kita bermimpi mendapatkan suami seperti Rasulullah, lebih baik kita berkaca diri, sudahkah kita seperti Ibunda Khadijah r.ha? Sebelum berharap memiliki istri seperti Fatimah Az-Zahra r.ha, lebih baik kita bercermin, sudahkah kita seperti Ali bin Abi Thalib r.a?

Jadi, berprasangka baiklah kepada Allah, kemudian berserah diri. Jangan mendikte Allah tentang jodoh kita. Percaya, bahwa Allah memberi kita yang terbaik sesuai dengan penilaian Allah terhadap diri kita. Yakin, Allah tahu yang paling cocok untuk diri kita. Kemudian berserah diri dan bersabar dengan jodoh pilihan  dari Allah. Insya Allah, ini akan lebih menenangkan batin dan membuka pintu keikhlasan.

Selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Maka berpikirlah positif apapun yang terjadi. Melihat segala sesuatu dengan kemungkinan-kemungkinan terbaik. Jika  pasangan hidup pemalas, mungkin, Allah berkehendak kita menjadi lebih rajin. Jika pasangan hidup pemarah, mungkin, Allah berkehendak kita menjadi lebih sabar. Jadi, orientasi kita selalu ke Allah. Insya Allah, ini lebih melapangkan hati.

Sebagai penutup, mungkin kisah yang terjadi di masa Harun Al-Rasyid berkuasa di bawah ini, bisa menjadi pencerahan. Diceritakan, terdapatlah seorang wanita muda yang cantik dan sholehah, namun bersuamikan seorang laki-laki tua yang buruk rupa, buruk pula perangainya.

Wanita tersebut tinggal dalam sebuah kemah. Kebetulan ia kedatangan seorang tamu. Ketika datang suaminya, bergegaslah wanita itu mengambil air, kemudian membasuh tangan dan kaki suaminya. Suaminya tidak menunjukkan sikap yang simpatik atas pelayanan istrinya. Atas sikap suami tersebut, sang tamu berkomentar. Mengapa sang wanita harus bersusah payah berkhidmat sedemikian rupa padahal suaminya sudah tua, buruk rupa dan kasar. Atas komentar tamu tersebut, sang wanita menjawab. “Aku mendengar Rasulullah bersabda, bahwa iman terbagi menjadi dua. Separuh dalam syukur dan separuh dalam sabar. Aku sangat bersyukur Allah menganugerahkan kepadaku wajah yang cantik. Maka aku ingin meyempurnakan separuhnya dengan bersabar atas perlakuan suamiku.”

Wallahu’alam.

Semoga Manfaat


Tanggapan

  1. Kalau contohnya berdasarkan kasus di atas, sesungguhnya telah nampak, bahwa seseorang yang merasa lebih baik dari pasangannya adalah suatu perbuatan yang tidak kalah tercela, apalagi sampai menceritakan kepada pihak ke 3, yg tidak ditujukan menjadi penengah atau menjadi hakim untuk menyelesaikan suatu masalah. Perasaan merasa suci terlarang sesuai dengan surat An Najm:32. Pada saat diri merasa lebih baik dari pasangan maka sesungguhnya syetan sedang bermain dengan peninggian diri sebagaimana iblis laknatullah mengatakan,”Aku lebih baik dari dia (Adam), (7:12).
    Apabila indikator keislaman dan keimanan yang dijadikan tolak ukur, maka hendaknya berlaku hukum saling menasehat dalam kesabaran dan kebenaran (103:3). Tetapi jgn pernah ada perasaan bahwa diri kita sendiri lebih baik. Perasaan inilah yang sungguh menghancurkan banyak pasangan. Sungguh masing-masing punya cela dan punya kelebihan, maka saat kita secara terang benderang melihat cela pasangan, maka terlebih dahulu kita mohon ampun, karena sesungguhnya kita sedang melihat cela diri sendiri. Dengan istighfar secara sungguh-sungguh, Insya Allah, kita akan ditunjukkan hikmah dari kejadian, dan jalan keluarnya, sharing pengalaman pribadi….wallahua’lam….

    • Assalamu’alaikum…syukron atas kunjungan dan sharingnya. Wassalam.

  2. Assalamu’alaikum… Mudah2an Allah Subahanahu Wata’ala memberi aku isteri seperti wanita sholehah seperti kisah diatas yang begitu taat pada suaminya.

  3. assalamu a’laikum…………..
    yg paling utama ,siapapun,bagai mana pun jodoh kita nantinya,itu memang sudah kekasih terbaik utusan dr Allah SWT untuk kita……….jadi siap menerima segala sesuatunya ,
    Bukan kah bgtooo.hehhe
    bukan begono……….hihihihiih
    terimakasih,

  4. sy merasa senang dengan menemukan situs ini, banyak ilmu yg sy dapatkan
    Terimakasih ummuali, dzajakumullah khairon zaja

    • Alhamdulillah jika manfaat….syukron

  5. terimakasih tulisannya…bermanfaat 🙂

    • Alhamdulillah

  6. terima kasih untuk tulisannya..jadi pencerahan buat saya…mohon izin share

  7. assalamualaikum ummu Ali, salam kenal ya, ana gak sengaja mampir ke blog anti nih, karena ana lagi resah, resaah dengan zawji yang belum nyunnah dan masih jahil, sehingga perjuangan ana untuk bermanhaj salaf sangaaatlah berat. Ana ingin agar anak2 anak diajarin ngaji oleh akhwat yang lulusan LIPIA, karena trs terang ana blm mampu mengajarkan tahsin dengan baik, tapi zawji mensyaratkan untuk tidak bercadar, karena dia takut dibilang teroris oleh lingkungan. ana ingin di rumah bebas TV tapi zawji masih mencintai musik dan film. Ana ingin ana keluar kerja, tapi zawji melarang, banyaak hal2 yang tidak bisa ana lakukan, di sisi lain dia menyayangi dan bertanggung jawab sekali pada ana, cuma cara hidupnya yang sama sekali jauh dari sunnah, subhanallah semoga Allah subhanahuwataala segera memberi hidayah padanya. Tahun depan ana insya Alloh akan safar haji, ana juga ada keinginan untuk memakai cadar di sana, zawji memang sangat anti dengan cadar (jangankan cadar, jilbab lebar aja dia alergi), tapi insya alloh ana ingin sekali memakai cadar di sana, mumpung di tempatnya. kok jadi curhat ya, hehehe, sekali2 mampir juga ke blog ana yang baru belajar ilmu salaf, syukron ya. wassalaamualaikum

    • Wa’alaikumsalam, salam kenal juga….Alhamdulillah sudah mampir dan mau curhat …”…dan carilah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat…” afwan tidak bermaksud menggurui. pelan-pelan dan lakukan dengan cara yang mak’ruf…mudah2an Allah memberi kemudahan


Tinggalkan Balasan ke wahyu Batalkan balasan

Kategori